Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyentil nama Presiden Joko Widodo terkait vonis ringan pada para terdakwa pelaku penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis di sidang kemarin, hari Kamis, 10 Juni 2020.
Dalam cuitan di akun twiternya, Kamis (11/6), Novel mempertanyakan apakah ada pembiaran pada kerja aparat.
Melihat kebusukan semua yg mrk lakukan rasanya ingin katakan TERSERAH..
— novel baswedan (@nazaqistsha) June 11, 2020
Tp yg mrk lakukan ini akan jadi beban diri mrk sendiri, krn semua akan diperthhjwbkan.
Termasuk pak @jokowi yg membiarkan aparatnya berbuat spt ini.. prestasi?
Novel yang juga merupakan mantan anggota Polri ini mengaku merasa 'dikerjai' dengan fakta persidangan yang membuat terdakwa Rahmat dan Ronny hanya dituntut satu tahun penjara.
Baca juga: Terori Konspirasi Pandemi Virus Corona Dianggap Berita Palsu ?.
Baca juga: Update Floyd Protes - Madonna dipeluk Penggemar 'Tenang Saya Punya Antibody'.
"Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tipikor, tapi jadi korban praktik lucu begini. Lebih rendah dari orang menghina," cuit Novel.
Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Novel menyebut negara telah abai dalam perkara yang membuat penglihatannya rusak. Ia menjelaskan negara abai terlihat dari kedudukan JPU yang tidak menjadi representasi negara dalam mewakili kepentingan korban.
"Penuntut umum itu mewakili negara. Jadi, kepentingan yang diwakili negara adalah kepentingan perlindungan kepada warga negara dalam hal ini adalah korban. Nah, ketika itulah kepentingannya harus seperti itu," terang Novel kepada CNNIndonesia.com, hari Kamis, 11 Juni 2020.
"Tapi ini tidak sama sekali mencerminkan kepentingan membela negara. Kepentingannya justru malah buruk sekali," ujarnya.
Dalam perkara ini, terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang merupakan anggota Polri aktif dituntut satu tahun pidana penjara.
Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.
Mereka terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara.
Sedangkan berdasarkan fakta persidangan, jaksa memandang perbuatan kedua terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana surat dakwaan. Beleid ini mengatur ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
Jaksa beralasan gugurnya Pasal 355 sebagaimana dakwaan karena kedua terdakwa tidak sengaja dan tidak ada niat melukai Novel dengan air keras.
"Dalam fakta persidangan yang bersangkutan hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang yaitu Novel Baswedan dikarenakan alasannya karena lupa dengan institusi; menjelekkan institusi," ujarnya.
"Nah, kemudian ketika dia lakukan pembelajaran dia siramkan ke badannya ternyata mengenai mata, maka kemudian Pasal yang tepat adalah di Pasal 353, perencanaan, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat," terang Jaksa.
No comments:
Post a Comment